Sabtu, 27 Oktober 2012

Fi’il Ma'lum | Fi'il Majhul | Mabni Majhul

Fi’il Ma'lum dan Majhul


Fi’il ma'lum dan fi’il majhul dalam tata bahasa Indonesia disebut sebagai kalimat aktif dan kalimat pasif. Fi’il ma'lum yaitu kata kerja yang mengandung makna mengerjakan sesuatu. Sedangkan yang dimaksud dengan fi’il majhul yaitu kata kerja yang umumnya diartikan dengan ter/di. Kata kerja di/ter mengandung arti bahwa objek dari kata kerja tersebut telah dikenai pekerjaan. Jadi yang awalnya maf’ul bih, ketika fi’ilnya (amilnya) dimajhulkan, maka menjadi naibul fa’il.
Macam-macam fi’il dilihat dari berbagai aspek:
Fi’il lazim adalah kata kerja yang tidak membutuhkan maf’ul bih (objek), seperti; قاَمَ (berdiri), خَرَجَ (keluar), جَلَسَ (duduk). Misalnya : جَلَسَ خَالِدٌ
Sedangkan fi’il muta’addi adalah kata kerja yang  membutuhkan maf’ul bih, seperti: ضَرَبَ (memukul), أَكَلَ (memakan), شَرِبَ (meminum). Misalnya : أَكَلَ خَالِدٌ الخُبْزَ
Fi’il lazim juga dapat dijadikan fi’il muta’addi dengan cara sebagai berikut:

Begitu pula sebaliknya, bahwa fi’il muta’addi juga dapat dijadikan fi’il lazim dengan cara sebagai berikut:
                                                                

Cara membuat mabni majhul
Untuk membuat mabni majhul dari fi’il madli yang berupa tiga hurufnya (tsulatsi), yaitu mengharakati dlommah awalnya dan mengharakati kasrah sebelum akhir.  Apabila fi’il madlinya terdiri dari lima atau enam huruf, maka pembuatannya dengan cara mendlommah huruf pertama dan ketiga serta mengkasrah lafadz sebelum akhir. Misalnya ; ضَرَبَ (memukul) menjadi ضُرِبَ (dipukul) atau انْتَفَعَ (memanfaatkan) menjadi أُنتفِعَ (dimanfaatkan) atau اسْتَغْفَرَ (meminta maaf) menjadi أُسْتُغْفِرَ (dimaafkan). Hal tersebut Bilamana fi’il madlinya berasal dari bina’ shohih. Tetapi jika fi’il madlinya berasal dari bina’ mudlo’af dan ajwaf, maka cara pembuatan fi’il madli majhulnya berbeda.  Untuk membuat madli majhul dari bina’ mudlo’af yakni mengharakati dlommah atau kasrah pada fa’ fi’ilnya saja, misalnya; مَدَّ (memanjangkan) menjadi مُدَّ atau مِدَّ (dipanjangkan). Sedangkan cara membuat majhulnya bina’ ajwaf dari fi’il madli yakni dengan dua cara;

Cara memajhulkan fi’il mudlori’ yaitu dhummah awaluhu wa futihah ma qoblal akhir yakni didlommah huruf awalnya dan difathah huruf sebelum akhir, misalnya; يَنْصُرُ (menolong) menjadi يُنْصَرُ (ditolong). يُكْرِمُ (memuliakan) menjadi يُكْرَمُ (dimuliakan), يَرْتَفِعُ (mengangkat) menjadi يُرْتَفَعُ (diangkat), يَسْتَعْمِلُ (menggunakan) menjadi يُسْتَعْمَلُ (digunakan).

Macam-macam Masdar | Masdar Nau' | اسم المصدر

Macam-macam Isim Masdar

Isim masdar
Adalah lafadz yang menunjukkan makna masdar dan kurang dari huruf fi’ilnya, baik lafadz atau taqdirnya. Seperti; عَطَاءً
Bahwa lafadz عَطَاءً masdarnya adalah إِعْطَاءً dari fi’il madli أَعْطَى karena wazan أَفْعَلَ masdarnya إِفْعَالاً berbeda dengan lafadz عِدَةً meskipun kurang dari lafadz fi’ilnya, tetapi tetap dinamakan masdar, bukan isim masdar.
Sebab huruf ta’ yang ada pada lafadz عِدَةً sebagai pengganti dari pada huruf wawu, karena aslinya dari madli وَعَدَ begitu pula saudara dapat mengkiyaskan bina’ ajwaf mazid ruba’i dan sudasi; إِقَامَةً dan  اسْتِقَامَةً

Masdar Shina’i
Masdar shina’i adalah isim yang dinisbatkan kepada mulkhaq dengan ta’ ta’nits dan mempunyai makna masdar. Masdar shina’i ini adakalahnya dari isim fi’il ; عَالَمِيَّةً, isim Maf’ul ; مَعْذُوْرِيَّةً, af’al at-tafdlil ; أَرْجَحِيَّةً, isim jamid ; إِنْسَانِيَّةً isim alam ;  عُثْمَانِيَّةً isim masdar ;  إِسْنَادِيَّةًmasdar mim ; مَصْدَرِيَّةً  dll.
Syarat dari pada masdar shina’i bahwa maushufnya tidak dapat disebutkan bersamanya, baik lafadz maupun taqdirnya. Bilamana maushufnya disebutkan, maka isimnya menjadi mansub tidak yang lain.


Isim Marrah
Isim marrah adalah masdar yang menunjukkan terjadinya peristiwa atau kejadian satu kali. Misalnya; أَخَذْتُ أَخْذَةً (saya mengambil sekali).
Wazan isim marrah dari tsulatsi itu mengikuti wazan ; فَعْلَةً sedangkan apabila ghoiru tsulatsi maka mengikuti wazan masdarnya dan ditambah ta’ (ة) misalnya;
NB. Apabila isim masdarnya diakhiri dengan huruf ta’ (ة) dan ingin menjadikan isim marrah, maka wajib menqoyyidi dengan makna marrah yang menunjukkan makna satu. Misalnya; رَحَمتُهُ رَحْمَةً وَاحِدَةً

Isim nau’ /Hai’ah
Isim nau’/hai’ah adalah masdar yang menunjukkan keadaan terjadinya suatu perbuatan. Misalnya ; وَثَبْتَ وَثْبَةَ الأسَدِ kamu melompat seperti lompatan singa.
Wazan isim nau’/hai’ah dari tsulatsi itu mengikuti wazan ; فِعْلَةً sedangkan apabila ghoiru tsulatsi maka mengikuti wazan masdarnya dan ditambah ta’ (ة) misalnya;
NB.

Catatan
Semua masdar itu qiyasi selain masdar tsulatsi mujarrad, sedangkan masdar tsulatsi mujarrad itu mempunyai banyak wazan yang tidak dapat  diketahui kecuali dengan kamus bahasa Arab.

Pengertian Qiyasi yaitu semua hukum kulli yang menutupi semua juz’i (bagian-bagiannya).
Ahli bahasa dalam menafsirkan masdar qiyasi ada beberapa madzhab. Sebagian di antara mereka mengatakan masdar qiyasi itu mempunyai pengertian bahwa masing-masing huruf dari madlinya terkumpul di dalam masdarnya. Sebagian madzhab yang lain mengatakan bahwa masdar qiyasi yaitu semua afradnya (masing-masing) huruf dari madlinya tidak harus terkumpul dalam bentuk masdarnya. Pendapat yang kedua dianggap pendapat yang ashah (lebih baik).
Sedangkan Sima’i yaitu sesuatu yang tidak disebutkan dalam kaidah kulliyah yang meliputi bagian-bagiannya, tetapi berkaitan langsung dengan pendengaran orang-orang ahlu lisan yang berlaku.


Isim Jama' | Tata bahasa Arab | Jama' Mudzakar Salim

Isim Jama’


Isim jama' adalah lafadz yang mengandung makna tiga atau lebih.

Isim jama' dilihat dari salimah (selamat) dan tidaknya dari proses pembuatan terbagi menjadi dua; yaitu Isim jama’ salim dan Isim jama’ taksir, bila dilihat dari aspek makna bahwa lafadz salim mengandung makna selamat dari tambahan dari mufrad ke jama'nya. Sedangkan taksir mengandung makna pecah, dengan kata lain. Jama' taksir itu telah mengalami ketidak sempurnaan ketika terjadi perubahan dari mufrad ke jama' taksirnya.

Mengenai isim jama' salim, penulis akan mengeksplenasikan (terangkan) di bab ini, sedangkan mengenai penjelasan isim jama' taksir akan dieksplenasikan dalam bab tersendiri, mengingat sulitnya bab tersebut bagi pemula yang sedang mempelajari ilmu shorof.



Pembagian isim jama’ mudzakar salim

Isim jama' salim itu terbagi menjadi dua yaitu; Isim jama' mudzakar salim dan Isim jama' muannats salim. Isim jama' mudzakar salim merupakan isim yang mengandung makna tiga atau lebih yang dikhususkan untuk laki-laki (maskulin) yang selamat dari isim mufradnya dengan cara menambahkan wawu dan nun dari mufradnya ketika i’rab rofa' dan menambah ya' dan nun ketika i’rab nashab atau jer. Misalnya, عَالِمٌ (orang alim) menjadi عَالِمِيْنَ atau  عَالِمُوْنَ

Syarat-syarat isim jama’ mudzakar salim

Syarat-syarat yang bisa dijadikan isim jama' mudzakar salim dari ;



Berbeda dengan isim tafdlil yang muannatsnya dari wazan أَفْعَلََ atau فَعْلاَءَ misalnya; أَحْمَرَ atau حَمْرَاءَ maka  isim tersebut tidak bisa diikutkan isim jama' mudzakar salim karena tidak patut menerima ta'.

Begitu juga isim-isim yang tidak dapat diikutkan isim jama' mudzakar salim, apabila muannatsnya mengikuti wazan فَعْلاَنَ atau فَعْلَى misalnya; سَكْرَانَ atau سَكْرَى (mabuk).



Dengan demikian, semua isim yang tidak memenuhi syarat isim jama' mudzakar salim sementara  memiliki bentuk yang sama dengan isim jama' mudzakar salim, maka isim tersebut disebut isim mulkhaq (menyerupai) dengan Isim jama' mudzakar salim (mulhaq bi jam’i mu’annats as-salim), misalnya أَهْلٌ/ أَرْضٌ /عَلَمٌ menjadi أَهْلِيْنَ / أَرْضِيْنَ/ عَلَمِيْنَ



Perbedaan isim tatsniyah dan jama' mudzakar salim

Perbedaan isim tatsniyah dan jama' mudzakar salim, ketika i’rab nashab dan jer. Kalau tatsniyah sebelum huruf ya' difathah dan huruf nun dikasrah. Sedangkan kalau isim jama’ mudzakar salim sebelum ya' dikasrah dan huruf nun difathah. Contoh tatsniyah مُسْلِمَيْنِ  sedangkan contoh jama’ mudzakar salim مُسْلِمِيْنَ


Pengertian Bina' | Pembahasan Bina' | Macam-macam Bina'

Bina'



A. Pembahasan Bina'

Segala sesuatu itu membutuhkan frame (kerangka), kerangka asal lafadz itu dalam shorof disebut bina’. Untuk dapat mengetahui kokoh tidaknya suatu konstruksi atau bangunan lafadz seharusnya memahami tentang bina’ dengan demikian asal usul lafadz dapat diketahui. Orang yang mengetahui asal usul lafadz akan mudah mencari makna dalam kamus-kamus Arab.

Bina' dalam ilmu shorof cukup sederhana yakni hanya dengan mengetahui lafadz فَعَلَ yaitu fa’ fi’il, ain fi’il, dan lam fi’il. Adapun yang terkait dengan bina' dalam shorof secara sederhana terbagi menjadi lima yaitu ;






Inti dari lima bina’ tersebut sebenarnya dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu mu’tal dan shohih sedangkan  mu’tal masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian, penulis akan mejelaskan secara detail terkiat dengan bina’-bina’ tersebut. Maka dari itu, kita sebaiknya mengetahui terlebih dahulu mengenai makna-makna dari bina' untuk memudahkan kita dalam memahami istilah-istilah bina’.





            berkumpul atau bercampur atau terhimpun.


          hamzah.

Hal di atas mengadung makna bahasa secara umum, meskipun begitu ketika makna-makna tersebut ditarik dalam istilah-istilah shorfiyah sebenarnya tidak jauh berbeda dengan makna aslinya.



B. Macam-macam Bina' dalam Ilmu Shorof




Bina’ mahmuz  itu terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:











Bina' ajwaf ini juga terbagi dua; yaitu:











Dari keterangan di atas, apabila kita masih kesulitan mencari dan mengidentifikasi bina’ dari fi’il madli, maka kita bisa mengqiyaskan ke fi’il mudlori’, apabila qiyasan ke fi’il mudlori’ masih belum jelas, maka kita bisa mengqiyaskan ke masdar ghoiru mim, misalnya lafadz; خَافَ – يَخَافُ - خَوْفًا 

Karena di sinilah semua asli huruf fi’il dapat diketahui dengan jelas, terutama dalam mencari bina’ mu’tal atau fi’il yang di dalamnya terdapat huruf Illat. Inilah diantara alasan ulama kufah, kenapa asal lafadz itu dari masdar tidak dari fi’il madli? Tidak lain karena, kerangka lafadz itu dapat diketahui secara sempurna pada saat diketahui masdarnya.



NB : bahwa huruf tambahan dari fi’il tsulatsi mazid, baik tambahan satu, dua, atau tiga huruf tidak ada pengaruhnya di bina’. Begitu juga ruba’i mazid baik tambahan satu atau dua huruf. Contoh lafadz أَكْرَمَ tidak dapat dikatakan bina’ mahmuz fa’ walaupun diawali dengan huruf hamzah, sebab hamzah tersebut merupakan huruf tambahan dari wazan أَفْعَلَ yang aslinya dari lafadz كَرُمَ begitu juga tidak berlaku dalam huruf tambahan yang lain. Adapun huruf tambahan baik dari tsulatsi atau ruba’i akan dibahas dalam bab tersendiri.







Pengertian Tashrif | Ilmu Shorof | Tata bahasa Arab

Tashrif

A. Pengertian Tashrif

Tashrif menurut etimologi memiliki arti perubahan atau perpindahan. Sedangkan menurut terminologi yaitu terbagi menjadi dua; Pertama, makna amali yaitu perpindahan lafadz dari bentuk satu ke bentuk yang lain secara berbeda-beda yang bertujuan untuk menghendaki makna yang diinginkan. Misalnya; نَصَرَ يَنْصُرُ نَصْرًا (telah menolong, sedang menolong, tolong) dengan kata lain, perubahan makna itu tidak akan tercapai, kalau tanpa adanya perubahan bentuk. Kedua, makna ilmi yaitu ilmu yang digunakan untuk mengetahui konstruksi bagunan kalimat dengan cara i’rab dan bina'.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhtaram Busyro “Orang yang pertama menyusun ilmu ini (shorof) yaitu Imam Mu’ad bin Muslim, beliau berasal dari Kufah, wafat pada tahun 187 H”.

B. Asal-usul Lafadz Tashrif

Para ulama' Basyroh dan Kufah terjadi perselisihan. Perselisihan tersebut terletak pada asal mulanya lafadz, darimanakah asli lafadz itu? (kata benda atau kata kerja). Para ulama' Basyroh mengatakan bahwa asalnya lafadz itu dari masdar (kata benda). Misalnya; ضَرْباً yang berarti pukulan. Sedangkan para ulama' Kufah mengatakan bahwa asalnya lafadz itu dari fi’il madli (kata kerja). Misalnya; نَصَرَ bila dilihat posisinya, fi’il madli itu berada di awal tashrifan sedangkan masdar itu berada pada urutan ketiga dari tashrifan.

Rabu, 24 Oktober 2012

Kepemimpinan | Organisasi | Kepemimpinan dalam Organisasi

Kepemimpinan dalam Organisasi

By: H.M. Syamsul Falah

Kepemimpinan adalah subjek yang telah lama menarik perhatian banyak orang. Istilah yang mengkonotasikan citra individual yang kuat dan dinamis yang berhasil memimpin di bidang kemiliteran, memimpin perusahaan yang sedang berada dalam puncak kejayaan atau memimpin Negara (Gary Yukl: 2001, h. 2).
Rumusan tentang kepemimpinan sangat luas sekali, Richards & Eagel merumuskan pengertian kepemimpinan adalah cara mengartikulasikan visi, mewujudkan nilai, dan menciptakan lingkungan guna mencapai sesuatu.
Menurut Robbin mengatakan “Leadership as the ability to influence group toward the achievement of goals” Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi kelompok kearah pencapaian tujuan organisasi.
Rosmiati & Kurniady (2010, h. 125) berpendapat ”kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, mengerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok untuk menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan atau leadership memiliki makna yang sangat luar, yaitu; 1) sebagai proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, mengerakkan dan mengarahkan bawahan atau kelompok yang ada di dalamnya. 2) mencapai visi, mewujudkan nilai atau norma-norma, dan mengkondisikan lingkungan yang kondusif.
Sedangkan pengertian organisasi sangat banyak sekali, penulis hanya akan memapakarkan pengertian tersebut. menurut Sondang P.Siagian dalam buku Perilaku Organisasi  karangan Indrawijaya (2002, h. 30) bahwa ”Organisasi adalah bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terkait dalam rangka pencapian suatu tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seseorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang atau kelompok yang disebut bawahan.
Berbeda lagi dengan pengertian menurut Atmosudirjo (1976, h. 6) yang mengatakan bahwa “Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang pemegang posisi yang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan organisasi yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, mengarahkan, mengerakkan terhadap orang-orang yang ada dalam struktur bawahan untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 
Dengan demikian, seorang pemimpin organisasi dibutuhkan mampu mempengaruhi dan mengajak orang lain supaya orang lain tersebut dapat mengikuti saran dan mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama dalam lingkup organisasi tersebut.   
Dalam konteks islam, setiap orang berhak menjadi pemimpin, secara tidak langsung manusia yang telah lahir setelah menginjak dewasa telah mendapatkan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing terhadap dirinya, setidaknya umat islam diharapkan dapat mempimpin dirinya sendiri, baik-buruk seorang tergantung sejauh mana seseroang itu menjaga dan memimpin dirinya. Sebagaimana dalam sebuah hadits disebutkan:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Setiap manusia/pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban
Jadi, setiap orang dalam Islam akan diberi tanggung jawab masing untuk memimpin dirinya menjadi manusia yang lebih baik.
Secara tidak sadar, umat Islam diajarkan menjadi seorang pemimpin yang baik. Persoalanya tidak setiap orang dapat atau mampu mendidik dirinya menjadi baik, sehingga dapat dipastikan kalau seseorang tidak mendidik atau mengatur dirinya dengan baik, maka mendidik atau mengatur orang lain untuk menjadi baik pun tidak akan berhasil.
Kalau kita fahami bahwa setiap orang atau pemimpin tidak boleh meremehkan segala urusan, dirinya harus selalu mengupdate atau mengasah kemampuan dan wawasanya, jadi seorang pemimpin akan mempunyai kepribadian yang santun, berwawasan luas, dan dapat diterima semua bawahan sehingga organisasi maupun lembaga yang dikelolanya akan menjadi pencerahan masa depan bagi anggotanya.
Konsep Dasar
Seseorang yang telah menjadi pemimpin dalam organisasi atau lembaga setidaknya mengetahui fungsi-fungsi kepemimpinan. Terkait dengan fungsi kepempinan, para pakar manajemen berbeda-beda pendapat. Tetapi penulis hanya ingin mengutip dari Rosmita dan Kurniady (2010, h. 126) yang merumuskan fungsi kepemimpinan dalam kelompok sebagai berikut;
  1.  Pemimpin membantu suasana terciptanya persaudaraan, kerjasama dengan penuh rasa kebebasan.
  2. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan sangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menciptakan dan menjelaskan tujuan.
  3. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan presedur mana yang paling praktis dan efektif.
  4. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil putusan bersama dengan kelompok.
  5. Pemimpin memberikan kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman.
  6. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dari isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan objektif.
  7. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.
Dalam buku pemimpin dan kepemimpinan, Kartini Kartono (2004, h. 117) menyebutkan 7 tugas seorang pemimpin kelompok, sebagai berikut;
Setelah membahas tentang Fungsi Kepemimpinan, pada dasarnya, ada hal yang cukup menarik pula untuk diketahui, yaitu mengenai macam-macam Tipe Kepeminpinan, yang mana tipe kepemimpinan sering kali menjadi perdebatan para tokoh-tokoh besar. Karena kepemimpinan sangat berguna sekali dalam kehidupan kita, minimal bagi seorang laki-laki nantinya akan memimpin sebuah keluarga. Menurut beberapa kelompok sarjana (Kartini Kartono, 2004, h. 80) membagi Tipe Kepemimpinan sebagai berikut;
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki supernatural power (kekuatan ghaib) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial di tengah masyarakat.
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Dari berbagai macam tipe kepemimpinan tersebut, tidak berarti untuk memimpin suatu organisasi atau  harus menerapkan salah satu tipe kemepimpinan, tetapi bisa saja ketika menjadi pemimpin mengimplementasikan dari berbagai macam tipe kepemimpinan tersebut. karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing.
Bahwa mengetahui bentuk-bentuk tipe kemimpinan dalam memanaj organisasi tidaklah cukup maksimal dalam mengkoordinasikan bawahan, bila tidak disertai dengan empowerment terhadap bawahannya.
Diane Tracy dalam buku Educational Administration concept and practices (Lunenbug & Ornstein: 2000, h. 117) berpendapat ada sepuluh empowerment yaitu; 1) Tell people what their responsibilities are, 2) Give them authority equal to the responsibility assigned them, 3) Set standards of excellence, 4) Provide them with the needed training, 5) Give them knowledge and information, 6) Provide them with feedback on their performance, 7) Recognize them for their achievement, 8) Trust them, 9) Give them permission to fail, 10) Treat them with dignity and respect.
Berhasil tidaknya suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh komitmen dan kompetensi pemimpin dalam mengelola bawahannya. Seperti apa pemimpin yang ideal? Terkait kreteria pemimpin yang ideal memang banyak pendapat. Philip Sadler dalam bukunya Leadership (1997, h. 47) ada lima kreteria kepemimpinan 1) The Ability to build effective teams, 2) The ability to listen, 3) The capability to make decisions on this own, 4) The ability to retain good people, 5) The ability to surround himself with good people.
Philip Sadler (1997, h. 47-48) juga mengutip dari pendapatnya Wess Robbert, Vice President, Human Resources, American Express, dalam buku yang berjudul  The Leadership Secret of Attila the Hum menyebutkan  ada tujuh belas karakteristik seorang pemimpin, yaitu ; 1) Courge, 2) Desire (strong with to lead), 3) Emosional stamina, 4) Physical stamina, 5) Empathy, 6) Decisiveness, 7) Anticipation, 8) Timing, 9) Competitiveness, 10) Self-confidence, 11) Accountability, 12) Responsibility, 13) Credibility, 14) Tenacity, 15) Dependability, 16) Stewardship, 17) Loyality.    
Berbeda lagi dalam bukunya “The Leadership Chellenge” (1995), Kouzes & Posner menyebutkan ada 20 ciri utama  Chief Executive Officer (CEO), yaitu ; fair minded (adil), ambitious (berambisi), courageous (berani), imaginative (imajinatif), forward looking (berpandangan jauh ke depan), broad minded (berwawasan luas), inspiring (memberikan inspirasi), dependable (dapat diandalkan), self-control (dapat mengontrol diri), intelligent (cerdas), independent (mandiri),  honest (jujur), competent (mampu), cooperative (dapat bekerja sama), mature (matang), supportive (mendukung), caring (memperhatikan orang lain), loyal, determined (tegas), straightforward (berterus-terang).
Dari ciri-ciri di atas, untuk menjadi pemimpin yang handal tidak mudah, diharuskan mampu menguasai segala bidang, terutama mengerti karakter bawahannya dan dapat menyikapi budaya organisasi yang ada. Sebab tanpa mengetahui karakter atau pribadi bawahan dan budaya/iklim yang ada siapa pun pemimpinnya akan sulit mengedalikan suatu organisasi. Meskipun seorang pemimpin tidak memiliki kreteria kepemimpinan yang ideal atau efektif, tetapi semua itu dapat dipelajari. Hanya saja mereka yang mempunyai bakat pemimpin lebih mudah mempelajarinya. 
Perlu dimengerti dan disadari, bahwa pemimpin yang mempunyai cirri-ciri di atas juga tidak selama mengalami kemajuan dalam mengelola organisasi atau lembaganya. Sebab antara organisasi satu dengan organisasi yang lain belum tentu mengalami psikologi dan budaya yang sama. Jadi pemimpin yang sukses mengelola  A belum tentu sukses dalam mengelola  B atau C.
Akan tetapi pemimpin yang dapat mempertahankan situasi yang kondusif, walaupun tidak mengalami kemajuan yang pesat dalam mengelola lembaga B dan C yang awalnya carut-marut dapat dikatakan berhasil atau sukses dalam pengelolaan. Karena ukuran sukses dan keberhasilan pemimpin dalam mengelola organisasi atau  tidak saja development oriented tetapi juga mampu menjaga keutuhan dan mampu mempengaruhi bawahan untuk bertindak demi mencapai tujuan daripada organisasin atau nya. 
Ada kalanya calon pemimpin yang terpilih tidak sesuai karakter yang sudah disebutkan di atas, artinya sangat kurang memenuhi syarat-syarat pemimpin yang baik. Jadi, kegagalan suatu organisasi atau  yang sering terjadi justru diawal atau pada saat pemilihan  pimpinan. Kartini Kartono (2004, h. 224-225) menyebutkan bahwa kegagalan dalam menentukan pimpinan itu disebabkan;
  1. Kurang tepatnya cara pemilihan calon pimpinan, misalnya lewat sistem katabelletje (surat kecil), pilih kasih, sistem kruiwangen (parajabat pendahulu kawan), nepotiseme, dan lain-lain.
  2. Tanpa melalui sistem tes secara objekstif, seleksi, dan pengujian fisik serta mental terlebih dahulu. Ditambahkan kurang matangnya persiapan dan masa training, sehingga pemimpin (orang-orang muda) yang baru dilantik itu tidak mampu menjalankan tugas-tugasnya.
  3. Tugas-tugas yang harus dipikul oleh calon pemimpin baru tadi ada jauh di atas dayu-pikul dan kapabilitasnya.
  4. Tidak diterima oleh bawahan, karena pimpinan yang diangkat itu tidak mampu menyesuaikan diri dalam iklim sosial dan iklim psikis baru.
  5. Adanya perubahan tugas atau mutasi yang mendadak dan kurang adanya adaptasi, dan kurang kemampuan teknisi.      
Oleh sebab itu, bila proses awalnya sudah mengalami keganjilan dalam pengelolaan organisasi atau  ada, maka perbaikan, kemajuan, dan kesuksesan akan jauh menjadi kenyataan.
Seorang pemimpin harus mempunyai strategi atau taktik dalam perencanaan atau pengelolaan supaya organisasi atau lembaganya dapat mencapai tujuan atau saran sebagaiman yang telah direncanakan. Oleh sebab itu, pimpinan dituntut mempunyai strategi suatu kepemimpinan yang efektif melalui pengambilan keputusan. Dalam suatu pengambilan keputusan, diperlukan suatu strategi yang baik dan jeli untuk menjawab berbagai permasalahan ada. Ini tentunya dalam kepemimpinan juga dibutuhkan suatu perencanaan strategi yang matang.
Disamping itu, kedisplinan juga sangat diperlukan baik dalam proses berfikir yang melibatkan strategi maupun pelaksanaannya. Dimana dimulai dari menyusun hingga mengimplementasikan sebuah rencana yang mungkin mencakup berbagai proyek. Pemfokusan pada suatu tingkat seni strategi dan pendisplinan strategi yang secara teratur akan membuahkan suatu tingkat keputusan yang maksimal dan tercapainya tujuan atau sasaran yang diharapkan. Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi perhatian pemimpin untuk mengelola organisasi atau lembaganya.

Kesimpulan
Pemimpin dalam organisasi dapat menentukan segalanya baik buruknya atau berkembang atau tidaknya organisasi, sebagai penentu sentral adalah pemimpin atau ketua, maka dari itu, proses pemilihan pemimpin dalam organisasi tidak dapat diabaikan begitu saja, salah memilih pemimpin akan berakibat vatal terhadap organisasi atau dapat mengancam kehancuran oraganisasi.
Bila kita menginginkan kemajuan atau eksisnya organisasi, kita tidak boleh mengabaikan semua yang penulis sampaikan di atas, baik dari fungsi kempimpinan, penguasaan tipe kepimpinan, strategi atau taktik dalam pengelolaan organisasi. Keberhasilan organisasi kental sekali dipengaruhi oleh karakteristik seorang leadership.
Meskipun tidak semua orang mempunyai jiwa kempimpinan, namun itu semua dapat dikembangkan atau dipelajari, baik melalui otoditak buku bacaan atau melalui pengalaman-pengalaman seseorang, sebab mempelajari pengalaman seseorang dalam berproses akan banyak manfaatnya, karena mereka terjun secara langsung.


Daftar Pustaka

Burns, J.M. 1978. Leadership. New York : Harper & Row
Kouzes, J.M. & B.Z. Posner. 1995. The Leadership Chellenge. San Fransisco: Jossey –Bass
Indrawijaya, Adam I, Drs.MPA. 2002. Perilaku Organisasi. Bandung : Sinar Baru Algesindo
Lako, Andreas. 2004. Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi (Isu,Teori, dan Solusi). Yogyakarta : Amara Books
Lunerburg, Fred.C & Orstein, Allan. C. 2000. Canada : Wadsworth
Rosmiati, Tati & Kurniady, Achmad. 2010. Kempimpinan Pendidikan. Manajemen Pendidikan.
Sadler, Philip. 1997. Leadership. London : Coopers & Lybrand
Yulk, G.A. 2001. Leadership in Organization. Five Edition.